Kristus Pemenuhan Wahyu Allah.
Romo, mengapa kita berdiri saat mendengarkan Injil, sedangkan bacaan 1 dan 2 kita duduk?
Dalam liturgi Katolik, kita memiliki berbagai sikap liturgi seperti duduk, berdiri, dan berlutut. Pada saat Bacaan Pertama, yang biasanya dari Kitab Suci Perjanjian Lama dibacakan, umat duduk. Demikian juga saat mazmur dinyanyikan, Bacaan Kedua, yang biasanya dari Surat-surat para Rasul dan homili atau renungan. Duduk artinya kita menyimak dan mendengarkan. Kita menyimak bagaimana Tuhan mempersiapkan pewahyuanNya pada zaman lampau. Tuhan mewahyukan Diri pada masa lampau dengan menyesuaikan kepada level budaya pada zaman itu. Sedangkan pada bacaan kedua, kita menyimak aktivitas para rasul dalam mewartakan Injil dan memecahkan berbagai masalah dan tantangan pada masanya.
Berdiri menandakan sebagai tanda hormat. Kita berdiri ketika Bacaan Injil sebagai penghormatan khusus, karena di sanalah sabda dan perbuatan Yesus kita dengarkan. Karena bagi Gereja Katolik, Yesuslah kepenuhan wahyu. Hal ini termaktub dalam dokumen Gereja Dei Verbum. Di sana tertulis:
“Setelah berulang kali dan dengan berbagai cara Allah bersabda dengan perantaraan para Nabi, ‘akhirnya pada zaman sekarang Ia bersabda kepada kita dalam Putera’ (Ibr 1:1-2). Sebab Ia mengutus PuteraNya, yakni sabda kekal, yang menyinari semua orang, supaya tinggal ditengah umat manusia dan menceritakan kepada mereka hidup Allah yang terdalam (Yoh 1:1-18).
Maka Kristus, Sabda yang menjadi daging diutus sebagai ‘manusia kepada manusia’, ‘menyampaikan sabda Allah’ (Yoh 3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih Yoh 5:36; 17:4). Oleh karena itu, Dia, -barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih Yoh 14:9) -dengan segenap kehadiran dan penampilan-Nya, dengan sabda maupun karya-Nya, dengan tanda-tanda serta mujizat-mujizatnya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan dari maut, akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, menyelesaikan wahyu dengan memenuhinya, meneguhkan dengan kesaksian Ilahi bahwa Allah menyertai kita, untuk membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut dan untuk membangkitkan kita bagi hidup kekal. Adapun tata keselamatan kristiani, sebagai perjanjian baru dan tetap, tidak pernah akan lampau; dan sama sekali tidak boleh dinantikan lagi wahyu umum yang baru, sebelum Tuhan kita Yesus Kristus menampakkan Diri dalam kemuliaan-Nya (lih 1 Tim 6:14 dan Tit 2:13).” (DV 4).
Dengan demikian Injil menerangi ke belakang, ke Perjanjian Lama. Sering umat mengungkapkan kenapa Allah begitu kejam dalam Perjanjian Lama. Itu karena perbuatan Allah dibaca oleh umat yang budayanya belum berkembang seperti kita sekarang (ingat bahwa Kitab Suci Perjanjian Lama ditulis antara 1000 SM sampai kira-kira 300 SM). Namun itu semua, kemudian, diterangi oleh Perjanjian Baru di mana kita mendengarkan sendiri Tuhan Yesus yang adalah kepenuhan dari Pewahyuan Allah.
Saudaramu dalam Tuhan,
Fr. Petrus Suroto MSC