Umat CIC Sydney ytk,
Pantaskah kita bersukacita karena kita adalah anak-anak Allah, pewaris-pewaris Kerajaan-Nya? Tentu saja. Kita punya hak untuk itu. Namun apakah kita bisa menghabiskan hidup hanya untuk itu saja, murni bersukacita tanpa melakukan hal-hal lain? Mestinya tidak, karena Perjanjian Baru sendiri tak melulu membahas kehidupan orang Kristen hanya sebagai pewaris, tetapi juga dalam berbagai atribut dan kapasitas. Salah satu kata yang sering digunakan di dalam Perjanjian Baru adalah murid, dan di dalam Injil itu tak hanya berlaku bagi para murid waktu itu, tetapi juga bagi kita sekarang.
Ada banyak amanat, mandat, dan lainnya yang diberikan Tuhan kepada kita sebagai murid-murid-Nya.Salah satunya dalam bacaan Injil di Minggu Adven Pertama ini. Yesus meminta para murid untuk berjaga-jaga, bagaikan seorang hamba yang ditinggal pergi tuannya. Ia memberi perintah: “Hati-hatilah dan berjaga-jagalah” (33, 35, 37). Perintah ini menggemakan rangkaian perintah serupa yang mewarnai bab 13, mulai dari ayat 5 (“Waspadalah”), ayat 7 (“Janganlah gelisah”), ayat 9 (“Hati-hatilah”), ayat 11 (“Janganlah kuatir”), ayat 18 (“Berdoalah”), dan ayat 23 (“Hati-hatilah”). Perintah-perintah ini mengarahkan para murid untuk tidak terlena, tetapi mawas diri dan waspada di dalam doa dan iman. Semua itu dilakukan karena para murid adalah hamba-hamba yang mesti bersiaga di tengah malam menunggui kalau tuan mereka tiba-tiba datang. Mereka tidak tahu kapan persisnya sang tuan datang. Yang mereka tahu: berjaga dan berhati-hati.
Bagi kita, ini berarti tak boleh membiarkan diri dibius oleh ajaran yang secara eksklusif menekankan hak-hak orang percaya. Kita tak boleh mengabaikan tanggung jawab panggilan kita sebagai respons syukur atas berkat keselamatan yang kita terima. Mengapa semua itu kita lakukan? Karena kita tak lebih dari sekumpulan hamba Kristus, yang hidupnya tak lagi diperintah oleh diri sendiri, melainkan yang mau “menyangkal dirinya, memikul salib, dan mengikut Aku” (Mrk. 8:34). Dalam konteks panggilan ini, salah satu arti berhati-hati dan berjaga-jaga adalah tidak meninggalkan persekutuan dengan Allah dalam perenungan firman, doa, persekutuan umat.
RELEVANSI DAN APLIKASI
Seruan Yesus “hati-hatilah dan berjaga-jagalah” sama dengan ungkapan “Waspadalah, waspadalah!” Seruan Yesus yang sederhana namun keras ini mengingatkan kita semua agar selalu bersiap-siaga terhadap kemungkinan datangnya akhir zaman. Seruan ini sebenarnya merupakan bagian penutup dari khotbah panjang Yesus tentang akhir zaman dalam Injil Markus (13:1-37). Pesan Yesus “Hati-hati dan berjaga-jagalah” adalah satu rangkaian dengan ayat 1 s/d 32, di mana ditemukan hal-hal demikian: Yesus mengajar bahwa Bait Allah akan diruntuhkan (13:1-2); Dia mengajarkan kepada para murid-Nya tentang permulaan penderitaan (13:3-13); tentang siksaan yang berat dan mesias-mesias palsu (13:14-23); tentang kedatangan Anak Manusia dan perumpamaan tentang pohon ara (13:24-32). Setelah itu semua barulah Yesus memberi nasihat-nasihat supaya para murid berjaga-jaga. Dalam salah satu perumpamaan Yesus kita mendengar tentang pentingnya tuan rumah berjaga-jaga menghadapi kemungkinan datangnya “seorang pencuri yang mau membongkar rumah” (bdk. Matius 24:37-43), maka pada kesempatan kali ini Yesus berbicara mengenai pentingnya penjaga pintu berjaga-jaga menghadapi kemungkinan pulangnya sang tuan rumah, kapan saja.
Kita tidak pernah akan mengetahui kapan sesungguhnya Yesus akan datang dalam kemuliaan-Nya. Namun di sisi lain, ada lagi sikap dan perilaku berjaga-jaga yang diperlukan oleh kita semua, yaitu berjaga-jaga serta waspada terhadap berbagai kejutan yang akan terjadi kepada kita.
Untuk dapat berjaga-jaga dengan setia, maka perlu memelihara hidup bersekutu dengan Tuhan di dalam doa. Karena itu ditegaskan rasul Paulus menuliskannya “…Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus” (Efesus 6:18).
Sementara kita tetap waspada dan berjaga-jaga, baiklah masing-masing dapat melaksanakan tugas sesuai talenta dan karunia yang diberikan oleh Allah kepada setiap orang. Sebab setiap orang yang kedapatan berjaga-jaga, juga kedapatan rajin melaksanakan pekerjaannya secara baik, tekun dan bertanggungjawab. Itulah yang disebut dan dinamakan “hamba yang setia”.
Fr. Agustinus Handoko MSC
Chaplain to the Indonesian Community
193 Avoca St, Randwick NSW 2031