Umat CIC Sydney ytk,
Injil Markus hari ini dimulai dengan sebuah pernyataan penting “Inilah permulaan Injil tentang Yesus Kristus, Anak Allah” (1:1). Pernyataan yang sama diulangi lagi kurang lebih pada bagian akhir injil (15:39). Tampaknya injil ini diisi dengan identitas “Perjalanan Yesus sebagai anak Allah”. Rumusan pernyataan itu kurang lebih sama dengan mengatakan “Inilah permulaan kabar sukacita. Kabar sukacita itu bukan cerita, tetapi orang, yaitu Yesus Kristus”.
Tanpa mengabaikan isi dan struktur seluruh injil Markus, saya ingin membagikan permenungan saya mengenai injil hari ini. Pada ayat 1 (satu), terdapat kata injil. Kata tersebut diturunkan dari kata Yunani “eu-anggelion”, artinya kabar yang baik. Kabar baik yang dimaksudkan dalam Perjanjian Baru ialah kabar mengenai Kerajaan Allah yang datang. Kedatangan itu sudah disiapkan oleh Perjanjian Lama (PL), dan digenapi oleh Yesus ke dalam dunia ini untuk memberitakan injil/kabar sukacita. Jauh sebelum Kristus datang sudah diberitakan dalam PL, seperti yang dikutif oleh Injil Markus Yesaya 40:40. Pada zaman PL, jika ada seorang raja yang akan datang ke suatu tempat, maka sebelumnya diutuslah seseorang untuk membawa pesan mendahului kedatangan raja tersebut. Utusan itu bertugas untuk mempersiapkan penyambutan raja sekaligus memastikan bahwa apakah jalan yang akan dilalui raja cukup aman.
Demikianlah dalam rangka menyambut Kristus, Yohanes tampil mempersiapkan orang bagaimana jalan yang harus dipersiapkan untuk untuk dilaluiNya. Bagi Yohanes, jalannya adalah Pemulihan dan Pengampunan Dosa melalui Baptisan. “Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis dan Allah akan mengampuni dosamu” (ayat 4).Dari sini dapat dipahami bahwa inti berita Yohanes Pembaptis adalah agar umat mempersiapkan kedatangan Tuhan dengan cara bertobat. Tetapi, bagi orang Israel pada waktu itu, bertobat adalah sesuatu kata yang asing dan membingungkan. Sebab mereka selalu berpikir, kami umat pilihan Allah, keturunan Abraham, Bapa orang beriman. Pertobatan adalah untuk orang yang melakukan kejahatan di mata Allah, orang yang membunuh, mencuri, merampok, berzinah, dan sebagainya. Kami bukan orang yang seperti itu. Kami adalah pilihan Allah.
Secara teori kehidupan keagamaan mereka baik, namun dalam praktiknya jauh dari harapan. Tidak satunya antara kata dengan perbuatan. Inilah yang terus-menerus dikritik oleh Yohanes. Bagi Yohanes umat kiranya sampai kepada pemahaman untuk terus-menerus memperbaharui diri. Pembaharuan diri macam apakah yang harus kita lakukan? Kita bisa belajar memperbaharui diri pada sosok Yohanes yang diutus Allah. Kita belajar pada sosok Yohanes, bahwa jalan untuk sampai pada Terang sejati adalah: Pertama, jalan kerendahan hati. Kerendahan hati inilah wujud nyata dari pembaharuan yang bisa kita lakukan. Santo Agustinus (seorang tokoh gereja) mengatakan bahwa kerendahan hati adalah jalan yang pasti membawa seseorang kepada Tuhan. Agustinus bahkan mengatakan; pertama-tama, kerendahan hati, kedua; kerendahan hati, dan yang terakhir, kerendahan hati. Agustinus sangat menekankan betapa pentingnya kerendahan hati untuk mencapai kesempurnaan rohani.
Kerendahan hati yang demikian ada dalam sosok Yohanes. Kerendahan hati dalam bahasa Latin disebut humilitas. Kata ini berasal dari kata humus, artinya: tanah. Kata ini mau mengatakan bahwa orang menjadi rendah hati kalau ia menyadari asal-usul dirinya. Ia hanyalah debu tanah yang kotor. Pengenalan diri yang sejati akan selalu membawa manusia kepada sikap memuliakan Tuhan, Pencipta-Nya. Allah yang Mahabesar telah sudi mengangkat manusia yang kecil, hina, dan kotor menjadi anak-anak-Nya sendiri. Dari kesadaran inilah mengalir sikap bakti dan pelayanan yang sejati dari orang-orang yang rendah hati. Jadi semangat kerendahan hati selalu disertai semangat pelayanan.
Yohanes adalah utusan Allah. Dia dipanggil Tuhan untuk memberikan kesaksian bahwa oleh dia semua orang menjadi percaya. Yohanes sendiri bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. Sikap dan tindakan Yohanes sungguh sarat dengan kerendahan hati. Dengan jujur dan lapang dada, ia bangga mengatakan, bahwa dirinya hanyalah suara yang berseru-seru di padang gurung; “Luruskanlah jalan Tuhan”. Puncak kerendahan hatinya terletak dalam sikapnya yang penuh keyakinan bahwa berhadapan Dia yang akan datang, membuka tali kasutNyapun ia tidak layak.
Kerendahan hati Yohanes, mengalir dari kesadarannya bahwa ia hanyalah seorang utusan. Utusan yang memiliki tanggungjawab memberi kesaksian tentang terang, tentang keselamatan. Justru sikap yang demikianlah yang menyebabkan Yohanes menjadi besar dengan perannya. Dia adalah sosok yang “happy to be number two” di tengah arus yang berjuang keras untuk “to be number one”.
Bagi Yohanes, Dia yang kita nantikan adalah Allah yang mau menjelma menjadi manusia. Dia yang adalah Allah maha segalanya mau menjadi manusia yang lahir dalam keterbatasan dan kesederhanaan. Kerendahan hati yang luar biasa dari pihak Allah, yang harus ditanggapi dengan kerendahan hati pula. Itulah pertobatan yang terus kita lakukan pada minggu adven II ini.
Fr. Agustinus Handoko MSC
Chaplain to the Indonesian Community
193 Avoca St, Randwick NSW 2031