Dinamika perkawinan tidak pernah sama. Usia pernikahan 2 tahun berbeda dengan usia pernikahan 20 Tahun. Bagaimanakah dinamika perkawinan ketika menginjak 25 tahun? Saya ingin menulisnya dalam sudut pandang Psikologi Keluarga.
Situasi Khusus pada Usia Perkawinan 25 tahun.
Pada usia perkawinan 25 tahun, wanita sudah mencapai setidaknya 45 tahun dan suami lebih tua sedikit. Fisik mereka sudah berubah, menjadi cepat gemuk. Sisi psikis juga mengalami perubahan.
Apa yang terjadi dengan Perempuan?
Ketika usia perkawinan mencapai 25 tahun, Ibu-ibu mengalami bahwa sentuhan fisik dengan anak-anaknya berkurang. Anak-anaknya sudah besar dan kurang membutuhkan perhatian seorang Ibu. Maka insting pengasuhan juga berkurang. Nah pada saat ini perempuan mulai berpikir berbeda. Perhatian yang tadinya kepada anak-anaknya, berubah ke hal-hal yang lain di luar rumah.
Lou Ann Brizendin, dalam buku yang berjudul Female Brain (Otak seorang perempuan), mengatakan bahwa pada usia perkawinan 25 tahun perempuan menjadi merasa bebas dari mengasuh anak dan kemudian orientasinya kepada proyek-proyek pribadi. Mereka ingin mengaktualisasikan dirinya kembali. Itulah sebabnya pada usia ini, di Amerika banyak wanita yang kemudian kembali sekolah. Ada juga yang terjun ke dunia bisnis. Kalau di Gereja Katolik Indonesia, wanita kemudian aktif dalam organisasi. (Yang biasanya datang ke acara-acara Gereja kembanyakan perempuan).
Kemudian wanita juga mulai berpikir secara berbeda. Sudah mula berpikir adil dan tidak adil. Kalau dalam tahap sebelumnya, seorang istri jika ditegur suami: diam sambil menatap kosong ke adonan kue yang sementara dia buat, pada usia 25 tahun perkawinan, istri berani balik menatap mata suaminya. Istri kadang merasa stress, karena merasa diperlakukan secara tidak adil. Ada seorang ibu yang bilang begini: Romo, saya ini istri. Tetapi sebenarnya pembantu. (Ada lagi ungkapan lain yang kurang sopan untuk saya tuliskan). Suami saya menjadi bintang, saya menjadi penndukung terus. Capai deh.
Nah pertengkaran lebih sering terjadi pada usia perkawinan ini. Istri tertarik kepada tantangan baru. Dunia di luar rumah menariknya secara kuat. Energi kasih yang tadinya lebih pada keluarga, kini seperti ingin diarahkan kepada komunitas yang lebih luas. Apalagi kalau istri itu adalah bekerja. Agak berbeda dengan yang ibu rumah tangga.
Apa yang terjadi dengan Pria?
Pria justru mengalami gerak terbalik dari wanita. Kemampuan fisiknya menurun perlahan. Namun keinginan untuk tetap menang dan berkuasa masih besar. Kecemasan pada diri pria pada usia ini adalah: Takut tidak dicintai oleh istrinya. Sehingga sering memasang kuasa lewat sikap marah-marah dan mengutip aturan-aturan bahwa istri harus tunduk pada suami. (Bersambung).