Wali Baptis untuk menghindari Penyusup
Tradisi Wali Baptis dalam pembaptisan memiliki akar sejarah yang panjang dari sejak Gereja Perdana. Santo Paulus misalnya, secara tersirat di dalam Kisah Para Rasul memiliki Barnabas sebagai Walinya sehingga dia diterima sebagai murid Kristus. Pada mulanya Wali Baptis disebut sebagai penjamin (sponsor). Ini bisa dimengerti karena sampai tahun 313 M, menjadi Kristen bisa berakibat fatal, yaitu kehilangan nyawanya. Karena pada waktu itu kekristenan dianggap sebagai musuh negara Roma. Katekese tidak bisa dilakukan terang-terangan. Cara permandian juga dibuat lebih simpel, yaitu tidak diceburkan ke dalam air tetapi air yang dituangkan di dahi. Pada waktu itu mereka beribadat di katakombe-katakombe (kuburan di bawah tanah), dengan tanda sandi ikan. (Ikan dalam bahasa Yunani ICHTUS: Iesous Christos Theou Uios Soter = Yesus Kristus Putera Allah sang Penyelamat). Jika ketahuan mereka bisa mendapatkan hukuman. Maka sangat rentan komunitas Kristen disusupi orang yang ingin menghancurkan mereka. Maka ketika ada orang yang ingin menjadi Kristen, mereka diberi penjamin, “orang dalam” yang terpercaya untuk mengajar calon baptis.
Nah, tradisi wali baptis itu tetap dipertahankan, bahkan kemudian diatur dalam Hukum Gereja. Di bawah ini saya kutipkan saja bagaimana pengaturan menjadi wali baptis menurut Kitab Hukum Kanonik.
Pengaturan Wali Baptis oleh Hukum Gereja
Kan. 872. Calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisiasi Kristiani, dan bersama orangtua mengajukan calon baptis bayi untuk dibaptis, dan juga wajib berusaha agar yang dibaptis menghayati hidup Kristiani yang sesuai dengan baptisnya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptis itu.
Kan. 874. Agar seseorang dapat diterima untuk mengemban tugas wali baptis, haruslah:
1. ditunjuk oleh calon baptis sendiri atau oleh orangtuanya atau oleh orang yang mewakili mereka atau, bila mereka itu tidak ada, oleh pastor paroki atau pelayan baptis, selain itu ia cakap dan mau melaksanakan tugas itu;
2. telah berumur genap enambelas tahun, kecuali umur lain ditentukan oleh Uskup diosesan atau ada kekecualian yang atas alasan wajar dianggap dapat diterima oleh pastor paroki atau pelayan baptis;
3. seorang Katolik yang telah menerima sakramen Penguatan dan sakramen Ekaristi mahakudus, lagipula hidup sesuai dengan iman dan tugas yang diterimanya;
4. tidak terkena suatu hukuman kanonik yang dijatuhkan atau dinyatakan secara legitim;
5. bukan ayah atau ibu dari calon baptis.
Kan. 874. Seorang yang telah dibaptis dalam suatu jemaat gerejawi yang bukan Katolik hanya dapat diizinkan menjadi saksi baptis bersama dengan seorang wali baptis yang Katolik.
Peranan Wali Baptis dalam Pembaptisan Bayi
Para wali baptis berpartisipasi dalam pembekalan/rekoleksi bersama dengan orangtua anak baptis. Dan pada acara liturgi pembaptisan, para wali baptis berperan sebagai berikut:
- Menyatakan kesanggupan untuk membantu orang tua dalam menjalankan tugasnya.
- Wali baptis ikut membubuhkan tanda salib pada dahi calon baptis setelah orangtua,
- Bersama orangtua memperbaharui janji baptis dengan menolak setan dan mengakui iman.
- Ikut memegang anak baptis setelah penuangan air baptis,
- Menyeka kepala anak baptis dengan handuk sesudah penuangan air baptis,
- Membantu memasangkan busana putih pada anak baptis,
- Membantu menyalakan lilin baptis pada lilin Paskah.
Pada permandian dewasa, wali baptis juga akan diminta untuk memberi kesaksian apakah calon baptis itu sudah siap untuk menerima baptisan.
Saudaramu dalam Tuhan,
Fr. Petrus Suroto MSC